SAYA TIDAK PUNYA CITA-CITA

"Apa cita-cita kamu nak?"

Pertanyaan yang paling sering dilontarkan oleh teman, orang tua, saudara, bahkan guru kita di masa kanak-kanak.

Biasanya anak kecil akan menjawab seperti ingin menjadi dokter, guru, polisi, insinyur. Ada juga anak yang tidak begitu memperdulikan masalah cita-cita, dia menjawab seenaknya agar mendapat perhatian seperti ingin menjadi tokoh idolanya yaitu superman. Adapun segelintir menjawab cita-citanya menjadi pocong. Loh? Tapi ada benarnya juga sih bahwa semua orang pasti akan menjadi pocong.

Bahkan lebih ekstrim lagi ada satu anak yang dengan santai tanpa rasa takut menjawab..

"SAYA TIDAK PUNYA CITA-CITA PAK"

Benarkah ada orang yang tidak memiliki cita-cita? Saya rasa ada, saya contohnya.

Ketika masih kecil, saya selalu saja bingung setiap ditanya tentang cita-cita. Tapi kemudian orang tua menyuruh saya jadi dokter saja.

Sesuai saran orang tua saya itu, jadilah saya menuliskan dokter di tiap pertanyaan tentang cita-cita, baik itu di formulir yang dibagikan oleh sekolah atau di buku biodata teman-teman. Padahal dalam hati saya tidak ada sedikitpun motivasi untuk menjadi seorang dokter. Dalam hati, tetap saja saya tidak punya cita-cita.

Berikut ilustrasi kisah seorang anak yang tidak memiliki cita-cita ditanyai oleh ayahnya:
Ketika ditanya oleh sang ayah.

"Apa cita-cita kamu, nak?"

"Saya tidak punya cita-cita Pak", jawab sang anak dengan tenang.

Sang ayah kaget dan menjawab, "Lha kenapa?"

"Saya yang terpenting menjadi orang baik saja sudah cukup Pak", jawab sang anak tersenyum kepada ayahnya.

"Saya jadi apa saja mau Pak, asalkan Tuhan memberikan saya berkah menjadi orang yang baik." Tambah sang anak.

"Banyak orang membangun cita-cita sejak kecil. Namun ketika dewasa, dia tidak bisa menggapai cita-citanya itu dan akhirnya berujung pada stres." Cetus sang anak lagi.

Sang ayah hanya bisa tersenyum melihat anaknya yang memiliki pemikiran berbeda dengan kebanyakan anak seumuran lainnya, namun hal itu LOGIS juga.

Cita-cita sebenarnya ada, tapi tidak bisa dibayang-bayangkan. Karena bayangan terkadang tidak seindah dengan kenyataan. Memang benar bayangan dan imajinasi sangat dibutuhkan, namun harus pada tempat yang benar. Ada yang dari kecil sudah bercita-cita sebagai bupati, namun tidak tergenggam impian itu akhirnya beliau stres dan mengidap penyakit kejiwaan.

Cukuplah membayangkan sekali saja dan diimbangi dengan menuntaskan segala kewajiban, niscaya hidup akan terarah dan bahagia. Tuhan sudah mengatur kehidupan di kemudian hari.