POLITIK DALAM PANDANGAN ISLAM BY : HASAN Al-BANNA


"Kebangkitan suatu bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan. Sesuatu yang sering membuat orang percaya bahwa kemajuan yang mereka capai kemudian adalah sebentuk kemustahilan. Tapi, di balik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan, dan ketenangan dalam melangkah telah mengantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak dari ketidakberdayaan menuju kejayaan." (Hasan Al-Banna; Risalah Ila Ayyu Syain Nad u An-Naas.)

Dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, kebangkitan dan kemajuan adalah sebuah keniscayaan yang mesti diyakini. Namun, kelemahan yang sedang mengungkung suatu bangsa seringkali memicu keputusasaan sehingga bayang-bayang ketidakpastian dan kemustahilan menjadi begitu kuat. Realitas kejiwaan masyarakat inilah yang ingin didobrak oleh Hasan Al-Banna, dengan salah satu ungkapannya: "Inna haqaiqa al-yaumi hiya ahlamu al-amsi, wa ahlama al-yaumi haqaiqu al-ghadi (Sesungguhnya kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari)."

Sementara akar penyebab kelemahan yang sebenarnya ada pada kehancuran jiwa masyarakatnya. Ini yang secara kuat dicemaskan oleh Abul Hasan An-Nadwi dengan ucapannya, "Kemanusiaan sedang ada dalam sakratul maut.”. Bahkan, kecemasan dunia modern yang digjaya seperti Amerika misalnya, juga terletak di sini. Laurence Gould pernah mengingatkan publik Amerika, "Saya tidak yakin bahaya terbesar yang mengancam masa depan kita adalah bom nuklir. Peradaban AS hancur ketika tekad mempertahankan kehormatan dan nilai-nilai moral dalam hati nurani warga kita telah mati." (Hamilton Howze, The Tragic Descent: America in 2020 , 1992).

Dari pemahaman inilah, Hasan Al-Banna menyimpulkan bahwa pilar kekuatan utama membangun kembali umat adalah kesabaran (ash-shabru), keteguhan (ats-tsabat), kearifan (al-hikmah), dan ketenangan (al-anat) yang kesemuanya menggambarkan kekuatan kejiwaan (al-quwwah an-nafsiyah) suatu bangsa. Dan Hasan Al-Banna menyimpulkan adanya lima babak yang akan dilalui. Kesimpulan ini berangkat dari analisa sejarah perjalanan bangsa-bangsa dan upaya memahami arahan-arahan Rabbani

Berikut Seri Pemikiran Politik Hasan Al-Banna: Lima Babak Kebangkitan Umat

1. Kelemahan (adh-dho fu).
Faktor utama kelemahan adalah terjadinya kesewenang-wenangan rezim kekuasaan yang tiranik. Kekuasaan inilah yang memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan memberangus potensi-potensi kebaikannya dengan dalih kepentingan kekuasaan. "Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang yang membuat kerusakan." (QS. 28:4) Itulah sebabnya tujuan pertama transisi politik menurut Al-Banna adalah membebaskan umat dari belenggu penindasan dalam kehidupan politik.

2. Kepemimpinan (az-zuaamah).
Sejarah perubahan menunjukkan bahwa upaya bangkit kembali dari kehancuran membutuhkan seorang pemimpin yang kuat. Kepemimpinan ini mesti muncul pada dua wilayah, yaitu pemimpin di tengah-tengah masyarakat (az-zuaamah ad-da wiyah) yang menyeru kepada kebaikan dan pemimpin pemerintahan (az-zuaamah as-siyasiyah) yang sejatinya muncul atau menjadi bagian dari mata rantai barisan penyeru kebaikan itu. "Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi(QS. 24:55). Ini artinya kekuatan-kekuatan Islam mesti mempersiapkan diri secara sistematis, sehingga masa transisi politik menjadi kesempatan untuk meneguhkan kepemimpinan dakwah dan untuk meraih kepemimpinan politik. Inilah tantangan sekaligus rintangan terberat kaum muslimin pada hari ini.

3. Pertarungan (ash-shiraa u)
Ketika suatu bangsa memasuki masa transisi politik, Al-Banna mengingatkan akan muncul dan maraknya berbagai kekuatan ideologis yang lengkap dengan tawaran sistem dan para penyerunya. Akan terjadi kompetisi terbuka untuk menanamkan pengaruh, meraih dukungan dan memperebutkan kekuasaan. Ada dua karakter dasar ideologi-ideologi kuffar. Pertama, secara hakiki ia berlawanan dengan ideologi Islam. Dan kedua, untuk menjamin eksistensinya di muka bumi, ideologi-ideologi kuffar itu akan berupaya menghancurkan ideologi Islam. Pertarungan terberat adalah pada upaya untuk membebaskan diri dari mentalitas, sikap, perilaku dan budaya yang sudah terkooptasi oleh ideologi materialisme-sekuler. Pertarungan ini tidak bisa dimenangkan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan bangunan keimanan baru yang memantulkan izzah (harga diri) umat di hadapan peradaban-peradaban kuffar.

4. Iman (Al-Iman)
Pertarungan ideologi di fase transisi menuju kebangkitan adalah masa-masa ujian berat bagi umat. Pertarungan akan memunculkan dua golongan manusia. Pertama, mereka yang tidak istiqamah dengan cita-cita Islam dan menggadaikan perjuangannya demi keuntungan-keuntungan material. Perjuangan bagi mereka adalah bagaimana mengumpulkan sebanyak-banyaknya perhiasan dunia sesuatu yang tidak mereka miliki sebelumnya. Golongan kedua, adalah mereka yang istiqamah dan iltizam dengan garis dan cita-cita perjuangan. Besarnya kekuatan musuh justru menambah keimanan mereka dan semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah. Inilah golongan yang sedikit, tapi dijanjikan kemenangan oleh Allah. Proses kebangkitan umat tidak akan berjalan tanpa keberadaan mereka; orang-orang yang akan menorehkan garis sejarah panjang perjuangan yang diliputi berbagai keistimewaan dan keajaiban.

5. Pertolongan Allah (Al-Intishar)
Inilah hakikat kemenangan bagi umat, yaitu ketika Allah swt. telah menurunkan pertolongannya untuk mencapai kemenangan sejati. Kemenangan tidak semata diukur oleh terkalahkannya musuh. Tetapi, kemenangan adalah ketika tangan-tangan Allah ikut bersama kita menghancurkan seluruh kekuatan musuh. Inilah awal tumbuhnya kehidupan baru di mana Allah akan menerangi dengan cahayaNya dan Allah akan menaungi kehidupan umat dengan Keperkasaan dan Kasih-sayangNya. Di sinilah pembalikan keadaan (tabdil) dalam kehidupan akan terjadi. Kemakmuran, keamanan, kedamaian dan keadilan akan menjadi nikmat yang bisa dimiliki setiap makhluk yang mendiami negeri itu. "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmatNya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang besar." (QS. Al-Fath: 1-3)